Jumat, 16 Mei 2014

JADILAH KONSUMEN CERDAS YANG MENGERTI HAK - HAKNYA



Apabila kita datang kesuatu pusat perbelanjaan seringkali kita temukan kata-kata seperti ini "Memecahkan barang berarti membeli", "Membuka segel berarti membeli", "Barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan" atau "Barang hilang diluar tanggung jawab pengelola". kata-kata tersebut didalam ilmu hukum disebut sebagai "klausula baku" atau "klausula standar". Para pelaku usaha atau biasa disebut pengusaha umumnya berusaha menghindari kerugian semaksimal mungkin. Jika upaya untuk menghindari kerugian tersebut memang dilakukan dengan cara-cara yang wajar tentu tidak menjadi masalah, yang menjadi masalah adalah apabila pelaku usaha membebankan resiko kerugian tersebut kepada konsumen. 
  

 
 
 Coba kita renungkan, bukankah kita sebagai konsumen memiliki hak untuk mengetahui sampai sejauh mana kualitas barang yang hendak kita beli, lalu apakah kita bisa mengetahui kualitas barang tersebut seandainya masih berada didalam kotak yang bersegel. Kasus lain pada toko buku, buku-buku dijaga kebersihannya dengan dibungkus plastik yang menyulitkan konsumen untuk membaca isi suatu buku, masalahnya kemudian adalah apakah konsumen yang harus tau apakah suatu isi buku yang hendak dibelinya tersebut sesuai dengan yang diperlukannya atau tidak maka perlu untuk melihat isi buku hingga mengetahui apa kandungan materi didalamnya.

Sekalipun hubungan diantara konsumen dengan pelaku usaha adalah hubungan timbal balik yang menguntungkan (simbiosis mutualisme) namun pada kenyataannya dalam praktek kerapkali pelaku usaha bersikap otoriter kepada konsumennya, mengapa demikian? hal ini dikarenakan umumnya pelaku usaha jauh berada diatas konsumen baik dari segi finansial, penguasaan iptek, pengetahuan produk secara ilmiah bahkan sampai jaringan politik, hal inilah yang menyebabkan para pelaku usaha bersikap otoriter kepada konsumennya hingga pada akhirnya muncul adagium "take it or leave it" seolah-olah Pelaku usaha tidak membutuhkan konsumen. Ironisnya karena konsumen terdesak oleh kebutuhan guna memenuhi kepentingan hariannya maka tidak ada jalan lain kecuali terpaksa menuruti apa yang digariskan secara sepihak oleh pelaku usaha.

untuk itulah kemudian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dilahirkan yang bertujuan tidak lain adalah untuk mensejajarkan posisi konsumen dengan pelaku usaha sehingga timbul posisi tawar yang sama kuatnya didalam praktek transaksi. Kembali ketopik utama, Pasal 18 Undang-Undang  Tentang Perlindungan Konsumen mengatur dengan tegas apa yang menjadi larangan bagi pelaku usaha dalam menerapkan klausula baku. Hal-hal yang dilarang tentunya adalah klausula yang isinya merugikan pihak konsumen baik mengurangi hak konsumen atau pengalihan tanggung jawab kepada konsumen.

Lalu apa saja kiranya yang menjadi hak dari konsumen berdasarkan ketentuan Pasal 18
Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. berikut ini akan diulas poin-poin utama yang menjadi hak konsumen berdasarkan pasa;l tersebut diatas :
  1. Konsumen berhak menolak bertanggung jawab untuk hal-hal yang seharusnya menjadi kewajiban pelaku usaha (misal, masalah pengembalian barang yang cacat atau rusak);
  2. Konsumen berhak untuk mengembalikan barang yang telah dibeli jika pada barang tersebut terdapat kerusakan, cacat tersembunyi, ketidakcocokan spesifikasi atau barang yang dibeli tersebut ternyata fungsinya tidak sesuai dengan yang dimaksudkan atau diharapkan;
  3. Konsumen berhak menerima pengembalian uang apabila terjadi pengembalian barang;
  4. Konsumen berhak menerima haknya secara penuh atas jasa yang dibayarnya;
  5. Konsumen berhak menolak ketentuan-ketentuan yang dirasa merugikan haknya;
  6. Konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang benar mengenai barang atau jawa yang hendak dibelinya. 
Dari ketentuan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kita selaku konsumen memiliki hak-hak yang jelas dan tidak dapat dipaksa oleh para pelaku usaha. Undang-Undang melindungi hak kita sehingga jika berhak untuk meminta hak bahkan jika perlu kita dapat memaksa pelakuusaha untuk memenuhi hak kita yang mana hal tersebut merupakan kewajiban baginya.

Sudah saatnya sekarang kita bertansformasi dari konsumen yang harus menerima kondisi dan berubah menjadi konsumen cerdas yang mampu mempertahankan hak-hak yang dimilikinya. Jadilah konsumen cerdas yang mengerti hak-haknya dan tidak pasrah menerima saat menerima kesewenangan pelaku usaha. Ditulis oleh: Admin Konsultasi Hukum 88


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postkan komentar atau permasalahan anda